Lupakan Barcelona. Lupakan Tiki-Taka. Lupakan bagaimana saat Lionel Messi menerima umpan dari Xavi Hernandez untuk kemudian mencetak gol dengan tendangn chip. Era itu (mungkin) sudah berakhir.
Entah sudah berapa banyak yang menulis tentang filosofi Barcelona, atau bagaimana akademi La Masia memproduksi pemain-pemain hebat. Ketika berjalan dengan sempurna, tentu itu adalah hal hebat. Apresiasi patut diberikan pada klub yang melakukan pekerjaan dengan baik dengan memanfaatkan akademi mereka.
Gaya bermain Barcelona istimewa. Ketika tim lain memainkan sepakbola dengan umpan-umpan pendek, sejurus kemudian kita langsung menyebut tim itu bermain seperti Barca. Atau jika kita masih ingat saat Andriano Galliani mengatakan : "Gaya bermain AC Milan akan seperti Barcelona."
Atau Harry Redknapp yang ingin Queens Park Rangers bermain seperti Barcelona agar bisa selamat dari degradasi. Begitu juga Andrea Pirlo yang mengaku Juventus sedang meniru gaya bermain tim asal Katalan ini. Barcelona adalah role mode. Barcelona superior yang diisi para pemain dengan usia emas. Mereka seakan tak terhentikan. Bertemu siapapun, Barcelona selalu menjadi tim yang diunggulkan, tak terkecuali Real Madrid yang sempat mengalami masa-masa inferior dari Barca.
Sampai pada akhirnya keindahan permainan itu perlahan memudar. Beberapa klub menemukan resep jitu menangkal gaya bermain Barca. Terakhir, Bayern Munich memastikan melangkah ke final usai menyingkirkan Barcelona dengan agregat 7-0. Bayern menang 4-0 di Allianz Arena, dan membuat sunyi 90 ribu penonton yang memadati Camp Nou dengan mempermalukan Barcelona 3-0 di leg kedua.
Pertanyaan yang lebih banyak dilontarkan adalah ada apa dengan Barcelona? Mungkin, terlalu sering menonton Barcelona, membuat kita lupa betapa semakin kuatnya Bayern Munich dalam tiga tahun belakangan. Naif jika hanya menilai kekalahan Barca karena kondisi Messi yang tidak fit. Bila benar demikian, berarti Barca sesungguhnya telah gagal sebagai sebuah tim.
Seperti pemandangan di laga leg pertama, kemarin Iniesta dan Xavi tetap mati kutu menghadapi Javi Martinez dan Bastian Schweinsteiger. Sementara lubang di pertahanan yang ditinggal Carles Puyol tak bisa ditambal dengan baik oleh Marc batra. Cesc Fabregas, yang menggantikan peran Messi tak berkontribusi maksimal.
Apa tersingkirnya Barcelona dari Bayern adalah kejutan? Jawabannya tidak. Hanya skor agregat yang membuat kita semua sama-sama terbelalak. Sepanjang pertandingan, kita juga tak melihat semangat bertarung Andres Iniesta Cs utnuk mengejar defisit empat gol. Harus menang lima gol tanpa balas melawan dua kali finalis Liga Champions dalam tiga musim terakhir, siapapun harus realistis. Jadi, apakah Barca sebenarnya sudah kehilangan harapan usai leg pertama, atau Bayern yang kelewat hebat di leg kedua? Silahkan dijawab sendiri.
Yang jelas, Bayern bukan hanya sekedar mengalahkan Barcelona. Mereka baru saja melakukan hal yang luar biasa, Barcelona? Perbaikan besar-besaran harus mereka lakukan. Tito Vilanova harus punya plan B, ketika Tiki-Taka tak lagi berdaya, atau saat Messi tidak mencetak gol, sebelum keindahan Barca benar-benar memudar.
source : http://bola.okezone.com/
No comments:
Post a Comment